Kamis, 26 Mei 2016

Penantian UAS

ICT sudah berakhir dan sudah ujian, tinggal menanti hasil yang semoga dapat memuaskan bukan mengecewakan. Saatnya menanti UAS dengan Laporan yang terlalu waw menurut saya!! selamat menikmati

10 Tahun gempa bumi Bantul

ujian ICT ku, terlaksana pada tanggal 27 Mei 2016. adakah yang spesial? nahh pada tanggal 27 mei 2006 dahulu merupakan gempa bumi di Bantul yang guncangannya sangat luar biasa. saat itu masih duduk di kelas 3 SD. dan Alhasil setelah 10 tahun gempa bumi, aku sudah duduk di bangku perkuliahan dan pas juga dengan ujian ICT ku :D

AKU KETIKUNG

Boleh lah dipandang, tapi untuk di doakan :D




Makalah Ijtihad dan Mujtahid

IJTIHAD DAN MUJTAHID
oleh : Farah Fauzia

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bahwa Al-Qur’an merupakan sumber ajaran Islam yang utama. Penjelasan isi Al-Qur’an banyak diterangkan oleh sunnah yang memerlukan pengkajian yang sungguh-sungguh.
Ijtihad merupakan bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pemikiran. Ijtihad merupakan kebutuhan yang sangat penting karena kejadian-kejadian baru akan terus ada. Ijtihad sendiri tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Adapun mujtahid yaitu seseorang yang ahli fiqih yang mengerahkan seluruh upayanya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap suatu hukum agama.
Ijtihad diperlukan sebagai penyalur kreatifitas. Ijtihad juga tidak membatasi bidang fiqih saja, yang terpenting dalam ijtihad adalah tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan ijtihad?
2.      Bagaimana kedudukan ijtihad dalam Islam?
3.      Seperti apa ruang lingkup ijtihad?
4.      Apa saja jenis-jenis ijtihad?
5.      Apa saja syarat-syarat mujtahid?

C.     Tujuan makalah
1.      Agar mengetahui pengertian ijtihad, kedudukan ijtihad, ruang lingkup ijtihad, jenis-jenis ijtihad dan syarat-syarat mujtahid,
2.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih dan ushul fiqih.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ijtihad
Menurut bahasa, ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran. Menurut istilah, Ijtihad yaitu upaya mengerahkan seluruh kemampuan dan potensi untuk sampai pada suatu perkara atau perbuatan.
Ijtihad menurut ulama Ushul ialah usaha seorang ahli fiqh yang menggunakan seluruh kemampuannya untuk menggali hukum yang bersifat amaliah (praktis) dari dalil-dalil terperinci.[1]
B.     Kedudukan Ijtihad
Kedudukan ijtihad dalam Islam yaitu sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan Hadits. Ijtihad dilakukan jika suatu persoalan hukum tidak ditemukan pada Al-Qur’an dan Hadits. Hukum yang dihasilkan dari ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Banyak dalil dalam Al-Qur’an dan juga hadits-hadits Nabi yang mengharuskan untuk berijtihad. Nash-nash yang telah ada itu terbatas, sedangkan kejadian-kejadian yang baru terus menerus akan terjadi. Hal tersebut yang mengharuskan untuk berijtihad.
C.     Ruang Lingkup Ijtihad
Ijtihad memiliki ruang lingkup yang sangat luas, yaitu segala sesuatu yang tidak ditemukan hukumnya di dalam nash secara langsung, atau ditemukan hukumnya secara langsung tetapi hukumnya bersifat zhanny. Ruang lingkup ijtihad adalah semua hukum syara’ yang tidak memiliki dalil qat’y (pasti). Ruang lingkup ijtihad dibagi dua kelompok[2], yaitu :
1.      Peristiwa yang ketetapan hukumnya masih zhanny. Para mujtahid berijtihad dalam rangka untuk mereformulasikan hukum Islam berdasar kandungan nash yang ada. Tugas utama para mujtahid dalam masalah ini adalah menafsirkan kandungan nash kemudian menetapkan hukum-hukum yang termuat di dalamnya. Contohnya adalah kewajiban suami istri, sentuhan kulit laki-laki dan perempuan yang non muhrim apakah membatalkan wudhu atau tidak.
2.      Peristiwa yang belum ada nashnya sama sekali. Ijtihad yang dilakukan mujtahid padaperistiwa ini adalah memformulasikan ketetapan hukum. Tugas utama para mujtahid adalah merumuskan hukum baru atas peristiwa tersebut dengan menggunakan kekuatan ra’y. Dikarenakan tidak ada nashnya, maka mujtahid harus menginduksikan masalah tersebut dengan menggunakan metode penetapan hukum, seperti qiyas, istihsan, maslahah mursalah, istishab, saddudz dzari’ah, dan sebagainya. Contohnya yaitu hukum bayi tabung, transplantasi organ tubuh, dan lain-lain.
D.    Jenis-jenis Ijtihad
1.      Dari segi pelaku, ijtihad dibagi menjadi:
a.       Ijtihad fardi, yaitu ijtihad yang hanya dilakukan oleh satu orang saja. Contoh ulama yang melakukan ijtihad fardi adalah para sahabat nabi, para imam madzab, dan sebagainya.
b.      Ijtihad jama’i, yaitu ijtihad yang dilakukan oleh beberapa orang secara bersama-sama menyelesaikan suatu persoalan.
2.      Dari segi pelaksanaan
a.       Ijtihad intiqa’i, yaitu ijtihad untuk memilih salah satu pendapat terkuat diantara beberapa pendapat yang ada. Ijtihad model ini juga disebut ijtihad selektif. Contoh ijtihad model ini adalah dalam hal penetapan hukum menikahi wanita hamil.
b.      Ijtihad insya’i, yaitu mengambil konklusi hukum baru terhadap suatu permasalahan yang belum ada ketetapan hukumnya. Model ijtihad ini disebut juga ijtihad kreatif. Contohnya dalam penetapan bayi tabung, yang merupakan persoalan baru yang belum pernah ada ketetapannya.
E.     Syarat-syarat Mujtahid
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh mujtahid, yaitu :
1.      Menguasai bahasa Arab
Ulama ushul fiqh telah menyepakati bahwa mujtahid harus menguasai bahasa Arab,karena Al-Qur’an diturunka sebagai sumber syari’at yang menggunakan bahasa Arab. Seorang mujtahid harus mampu memahami ucapan-ucapan dan kebiasaan-kebiasaan orang Arab. Seorang mujtahid hendaknya jangan sampai tidak mengetahui rahasia-rahasia bahasa bahasa Arab, karena hukum-hukum yang menjadi garapan penggaliannya itu tersimpan dalam sebuah kitab yang paling sempurna bahasanya dan paling tinggi balaghahnya.
2.      Mengetahui Nasakh dan Mansukh dalam Al-Qur’an
Persyaratan ini berdasarkan kedudukan dan nilai Al-Qur’an sebagai pedoman dan sumber utama syari’at yang bersifat abadi. Seorang mujtahid harus mengerti secara mendalam ayat-ayat yang membahas tentang hukum yang ada dalam Al-Qur’an. Mujtahid harus mengetahui ayat-ayat yang dinasakh hukumnya berdasar teori bahwa pada ayat-ayat Al-Qur’an itu terdapat ayat yang menasakh dan yang dinasakh. Menurut Imam Syafi’i, seorang mujtahid itu disyaratkan hafal Al-Qur’an diluar kepala secara keseluruhan dan menguasai segala isi yang dikandungnya.
3.      Mengerti Sunnah (Hadits)
Seorang mujtahid harus mengerti betul tentang sunnah, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan, minimal pada setiap pokok masalah (bidang) menurut pendapat bahwa ijtihad itu bisa dibagi pembidangannya. Mujtahid juga harus mengetahui nasakh dan mansukh dalam Sunnah, ‘am dan khasnya, mutlaq dan muqayyadnya, takhsis dari yang umum. Mujtahid juga harus mengerti alur riwayat dan sanad Hadits, kekuatan perawi Hadits, dalam arti mengetahui sifat dan keadaan perawi Hadits yang menyampaikan Hadits-Hadits Rasulullah.
Mujtahid harus mempelajari hadits-hadits secara mendalam, sehingga mengetahui nasakh dan mansukhnya suatu hadits sampai pada suatu yang dibutuhkan untuk menetapkan suatu hukum.
4.      Mengerti letak Ijma’ dan Khilaf
Letak ijma’ yang tidak diragukan lagi terjadinya dan harus dimengerti oleh para mujtahid adalah masalah dasar (pokok) faraidh. Yang dimaksud dengan memelihara semua letak ijma’ itu bukanlah menjadikannya sebagai pegangan yang selalu dimenangkan dalam semua situasi, tetapi untuk mengetahui seluruh masalah yang telah menjadi ijma’ kalau memang ada, atau terjadinya khilafiyah kalau terjadi tergolong ikhtilaf. Dengan mengetahui letak ijma’, seorang mujtahid harus mengetahui ikhtilaf (perbedaan pendapat) yang terjadi antara fuqaha’. Dengan demikian, mujtahid secara rasional akan mampu membedakan antara pendapat yang shahih dengan yang tidak shahi, kaitan dekat atau jauhnya dengan sumber AL-Qur’an dan Hadits.
5.      Mengetahui Qiyas
Seorang mujtahid harus mengetahui perihal Qiyas yang benar. Untuk itu dia harus mengetahui hukum-hukum asal yang ditetapkan berdasar nash-nash sebagai sumber hukum tersebut, yang memungkinkan mujtahid memilih hukum asal yang lebih dekat dengan objek ijtihadnya.
6.      Mengetahui maksud-maksud hukum
Hukum dalam syariat Islam itu dimaksudkan dan bertujuan untuk kesejahteraan seluruh umat manusia. Seorang mujtahid dan orang yang berkiprah dalam ruang ijtihad haruslah mengetahui kemaslahatan manusia, agar mampu menerapkan qiyas dan bentuk hukum yang sesuai dengan kebutuhan manusia.





























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berbagai macam persoalan hukum yang dihadapi umat Islam semakin beragam. Seiring waktu berjalan maka persoalan yang dihadapi pun semakin kompleks. Oleh karena itu diperlukan usaha penyelesaian secara sungguh-sungguh.
Karena adanya persoalan-persoalan yang semakin kompleks maka ijtihad menjadi sangat penting sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an dan Hadits dalam memecahkan persoalan-persoalan yang kompleks.



















DAFTAR PUSTAKA

Ash Shiddieqy, Hasbi.1978.Pengantar Ilmu Fiqh. Jakarta: Bulan Bintang.
Sodiqin, Ali.2012.Fiqh Ushul Fiqh Sejarah, Metodologi dan Implementasinya di Indonesia.Yogyakarta: Beranda Publishing.







[1] Ali Sodiqin, Fiqh, dan Ushul Fiqh (Yogyakarta: Penerbit Beranda Publishing,2012), hlm.137
[2] Ibid,hlm.104